Selasa, 15 November 2016

MENJADI PAHLAWAN DI ERA MODERN


Oleh : Malik Farhan
       
       Tanggal 10 November di Indonesia ditetapkan sebagai Hari Pahlawan oleh Presiden Soekarno. Keputusan itu diambil berdasarkan peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur. Peristiwa dimana terjadinya pertempuran hebat yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Perang ini melibatkan pasukan Indonesia melawan pasukan kolonial.
        Saya rasa rakyat Indonesia sudah banyak yang tahu bahwa 10 November adalah peringatan Hari Pahlawan, tetapi mungkin belum banyak yang tahu tentang siapakah tokoh yang mengusulkan 10 November untuk ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Tokoh tersebut adalah Soemarno. Soemarno adalah salah satu tokoh penting dari Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI), serta menjadi Ketua Dewan Pekerja Perjuangan yang dibentuk oleh BKPRI. Dalam peristiwa 10 November 1945 Soemarno berperan penting dalam memobilisasi massa. Pada tanggal 4 Oktober 1946 dalam rapat Presidium BKPRI Soemarno mengusulkan agar tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Usulan tersebut kemudian dikirimkan kepada pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri dan juga kepada Presiden Soekarno pada 14 Oktober 1946. Presiden Soekarno menyetujui usulan tersebut dan bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk pertama kalinya pada 10 November 1946. 
         Selain Soemarno, ada beberapa tokoh penting lainnya dalam perjuangan 10 November 1945, salah satunya adalah Bung Tomo yang terkenal karena pidatonya yang membara dan mampu membangkitkan semangat rakyat Indonesia khususnya arek-arek Suroboyo untuk melawan kolonial. Bung Tomo adalah pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). Ia memiliki peran yang besar dalam memimpin rakyat untuk menegakkan kedaulatan bangsa, dengan merebut semua kekuasaan dari tangan Jepang, dan mengusir Belanda dari Jawa Timur.
          Jika melihat dari sejarah, dapat saya katakan bahwa pertempuran 10 November adalah salah satu perjuangan terberat Bangsa Indonesia dalam mempertahan kedaulatan dan kemerdekaan negara. 71 tahun sudah peristiwa heroik itu berlalu. Saat ini, tugas mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara berada di tangan kita para generasi muda penerus Bangsa Indonesia. Di zaman ini memang sudah tidak ada lagi penjajah layaknya zaman perjuangan kemerdekaan, tetapi masalah yang Indonesia hadapi saat ini juga tidak bisa dianggap remeh. Sebagai generasi muda, harusnya kita menghargai jasa para pahlawan yang sudah mengorbankan banyak hal untuk memperjuangkan kemerdekaan negara. Caranya adalah dengan melakukan hal-hal yang positif dan produktif dalam mengisi kemerdekaan Indonesia ini. Di perkirakan pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara adidaya. Karena pada 2030 Indonesia mendapatkan bonus demografi yang akan berpengaruh baik pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bonus demografi adalah kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari pada jumlah penduduk usia tidak produktif. Sedangkan negara maju lainnya akan mengalami kondisi sebaliknya yang disebut an aging nation.
           Tetapi jika melihat kondisi dari generasi muda Indonesia saat ini, saya pribadi sedikit pesimis Indonesia akan mampu memaksimalkan peluang itu dengan baik. Saya bukan bermaksud untuk menganggap remeh generasi muda saat ini. Memang banyak dari generasi muda yang menorehkan prestasi, tapi banyak juga yang justru bangga melakukan hal-hal yang memalukan. Mulai dari anak sekolah dasar hingga mahasiswa banyak yang melakukan hal di luar norma. Saat ini begitu banyak berita miring tentang kekonyolan perilaku anak SD yang sok-sokan dewasa. Saya pernah membaca berita dengan headline CINTA DITOLAK, ANAK SD ANCAM BUNUH DIRI, melihat status sosial media anak SD yang mengupload foto tidur bersama pacarnya di sebuah kamar, beredar foto anak SD merokok memakai seragam sekolah, tersebar banyak video mesum remaja indonesia, kerusuhan tawuran antar sekolah menengah atas, remaja tewas akibat alkohol dan narkoba, dan masih banyak hal negatif lainnya yang jelas tidak produktif. 
            Semua hal buruk itu terjadi karena beberapa faktor, seperti kurangnya pengawasan dari keluarga, tayangan televisi yang tidak mendidik, dan rasa toleransi yang sudah mulai pudar. Terlepas dari semua faktor-faktor tersebut, masalah ini tetap tidak bisa dimaklumi. Sungguh sebuah kondisi yang sangat miris. Jika generasi muda Indonesia banyak yang seperti itu, akan seperti apa jadinya masa depan negara kita di tangan mereka.
            Tentunya kita semua ingin impian Indonesia menjadi negara adidaya terwujud. Maka dari itu marilah kita semua berusaha untuk meningkatkan kualitas diri kita untuk persaingan dengan negara lain. Saat ini Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang terampil, tekun, bertanggung jawab, dapat bersaing secara sehat dalam hal yang positif, dan mengerti tentang kedisiplinan dalam segala hal. Jika impian Indonesia menjadi negara adidaya terwujud, generasi mudanya lah yang akan disebut sebagai pahlawan bagi negara dalam memajukan negara.